Selasa, 17 November 2009

Kamus Khazar, Legenda Bangsa Pemburu Mimpi

“Mimpi adalah taman setan, dan semua mimpi di dunia ini sudah dimimpikan dahulu kala. Kini mimpi-mimpi itu ditukar begitu saja dengan realitas yang tak kalah bekas dan usangnya, persis seperti uang logam ditukar dengan surat obligasi dan sebaliknya, dari tangan ke tangan…”

Khazar adalah nama sebuah bangsa pengembara yang berasal dari Timur. Bangsa ini suka berperang dan memeluk sebuah keyakinan asing. Sekitar abad ketujuh dan kesepuluh, pernah berdiam di sebuah negeri antara Laut Kaspia dan Laut Hitam, hingga kemudian, setelah berperang dengan berbagai bangsa, seperti Arab dan Rusia akhirnya hilang dari muka bumi.

Musnahnya bangsa Khazar diyakini bukan karena ditumpas perang, namun karena berganti keyakinan yang disertai dengan mengubah jatidiri. Namun orang-orang tidak tahu, apakah hal itu benar atau tidak, dan apabila benar, berpindah ke keyakinan apakah bangsa Khazar? Satu hal yang dipercayai adalah, awal mula perubahan besar itu ketika penguasa bangsa Khazar yang disebut khagan, bermimpi dan mengundang tiga filsuf dari tiga agama besar yang mengapit bangsa Khazar; Islam, Kristen dan Yahudi untuk menafsirkan mimpi tersebut. Khagan berjanji bahwa dia dan seluruh rakyatnya akan pindah ke agama yang bisa memberikan penjelasan paling benar. Peristiwa unik itu disebut Polemik Khazar.


Menggunakan perspektif Islam, Kristen, dan Yahudi, novel bergaya ensiklopedi ini mencoba menyibak kembali teka-teki yang menimpa nasib bangsa Khazar. Buku ini terdiri atas tiga jilid, yakni Buku Merah (dengan sudut pandang Kristen), Buku Hijau (dengan sudut pandang Islam), dan Buku Kuning (dengan sudut pandang Yahudi) yang masing-masingnya memberikan penjelasan tentang bangsa Khazar dan polemik yang menjadi bagian sejarahnya. Ada informasi yang sama, namun antar versi lebih sering berbeba (bertentangan). Misalnya, menurut Buku Merah, yang berhasil memenangkan Polemik Khazar adalah filsuf Kristen, yakni St. Cyril atau Konstantin Sang Filsuf, sehingga khagan Khazar dan rakyatnya masuk agama Kristen. Sedangkan menurut versi Buku Hijau, utusan Arab yang bernama Farrabi bin Qurrah-lah yang berhasil memberikan argumentasi paling memuaskan khagan sehingga dia dan pengikutnya masuk Islam. Lain lagi menurut Buku Kuning, Rabi Isaac Sangari-lah yang berhasil membimbing rakyat Khazar jadi pemeluk Yahudi.
Meski beranjak dari polemik tiga agama besar yang terkesan faktual, novel ini tidak kehilangan rasa fiksinya. Kemenarikan novel ini tidak saja pada puzzle aneka legenda dan anekdot yang membangun imajinasi kita tentang bangsa Khazar, namun juga dengan adanya tantangan pembacaan. Membaca novel ini, seperti bertualang meneruka hutan lebat. Akan sampai di mana dan mendapatkan apa, itu tergantung dari usaha pembacaan kita karena novel ini tak berjalan dengan alur linear. Novel disajikan berupa topik-topik tercerai berai yang dapat dimualai dari mana saja dan dilanjutkan ke mana saja. Untuk mengenali sebuah nama dan memahami sebuah persoalan, kita juga akan ditantang untuk membuka lembaran-lembaran lain berulang kali.
Fantasi yang sangat memikat disuguhkan Milorad Pavic melalui tiga orang tokoh Kyr Avram Brankovich, Yusuf Masudi, dan Samuel Cohen yang bisa membaca mimpi orang lain serta masuk ke dalamnya. Mereka disebut pemburu mimpi. Dalam mimpinya, Avram Brankovich menyaksikan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan Samuel Cohen. Cohen memimpikan kehidupan Brankovich, dan Masudi berusaha menemukan Cohen dengan mengejar Brankovich. Ketiga orang tersebut sama-sama menjadi penulis Kamus Khazar di bawah pengaruh Putri Ateh.
Metafora tentang bangsa Khazar seperti persoalan besar bangsa-bangsa di dunia yang terkepung oleh pengaruh kuat globalisasi, apakah akan bertahan dengan jati diri atau mencebur menjadi sama dengan yang lain. Tak salah bila novel ini termasuk dalam program Penerjemahan Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) karena merupakan salah satu karya sastra dunia yang mengesankan.[]
Detail Buku
Judul: KAMUS KHAZAR
Pengarang: Milorad Pavic
Penerjemah: Noor Cholis
Penerbit : Serambi, Juni 2009
Tebal : 501 halaman
Peresensi : Ade Efdira
Resensi ini dimuat di Singgalang edisi Minggu, 29 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar