Selasa, 17 November 2009
Benarkah Bangsa Israel mempunyai kecerdasan lebih dari Bangsa Lain?
Sebuah karikatur muncul di Perancis ditahun 1898 yang menggambarkan seorang Yahudi sedang menggenggam dunia, bahkan ada pula gambar seekor gurita raksasa yang mencengkram dunia. Ternyata karikatur tersebut muncul dari golongan antisemit, yang sangat anti terhadap keberadaan Yahudi dimuka bumi.
Professor Dietz Bering dari Universitas Cologne Jerman, mencermati kecenderungan antisemit melihat Yahudi tidak parsial melainkan secara keseluruhan bahwa Yahudi mempunyai kecenderungan untuk merusak secara alamiah.
Sesungguhnya bersikap sebagai antisemit merupakan suatu kekeliruan, karena hal tersebut tidak dibenarkan dalam nilai – nilai kemanusiaan maupun agama manapun. Meskipun kita tidak sepakat dengan paham antisemit, tetapi karikatur seperti yang dicontohkan diatas merupakan cerminan pada zaman sekarang, Yakni mereka mencoba menguasai sektor – sektor sentral dan strategis, yang konon adanya larangan - larangan terhadap mereka untuk mempunyai pekerjaan tertentu.
Perilaku keturunan Yahudi yang telah sukses dalam memusatkan pada penguasaan media massa sebagai contoh Rupert Murdoch, Reuter, Assosiated Press, United Press International, Times, dan Reuter yang didirikan oleh Yahudi Jerman bernama Julius Paul Reuter yang bernama asli Beer Josaphat. Dan buku-buku secara international dengan kendali jaringan para pemodal Yahudi seperti Viacom, Turner, dsb. Tujuannya adalah untuk mengendalikan opini publik internasional.
Sebuah tulisan berjudul “The Israel Lobby” di London Review of Books, sebuah jurnal yang dari dua orang akademisi Amerika, Stephen Walt, guru besar di Harvad University, serta John Mearsheimer dari the University of Chicago. Israel diakui Walt dan Mearsheimer mempunyai kekuatan lobi di mata Amerika. Salah satu lembaga lobi kuat yang dikenal sangat pro Yahudi di Amerika adalah AIPAC (American Israel Public Affairs Committee). Lobi itu sesungguhnya adalah lembaga terbuka yang terdiri dari sejumlah organisasi dan beberapa orang dari berbagai latar belakang. Di antara mereka tidak semuanya adalah pengikut Yahudi, tetapi pro dengan Yahudi. Adanya kekuatan lobi yang diakui oleh para akademisi dan politisi di Amerika ini, dengan sendirinya meruntuhkan argumen-argumen yang selama ini berkembang tentang serangan Israel.
Seiring kesuksesan yang dicapai oleh orang ataupun keturunan Yahudi dengan strategi yang sistematik, timbul suatu wacana akan kecerdasan mereka antara mitos dan hasil dari proses yang didukung dengan tradisi mereka.
Faktor Lingkungan
Imigrasi besar – besaran yang dilakukan bangsa Yahudi dari daerah mayoritas Arab pada tahun 722 SM menuju negara Eropa Barat dan Timur ternyata tidak disambut baik oleh komunitas Eropa saat itu. Mereka dituntut untuk dapat bertahan ditempat penampungan kumuh Yahudi (di ghetto) dimana mereka hanya dapat berinteraksi dengan sesama mereka, tekanan, intimidasi sikap rasis yang diterima bertahun – tahun lamanya, menjadikan bangsa Yahudi mau tidak mau menempa dan ditempa oleh lingkungan yang rasis, meng-upgrade mental, watak dan karakter bertarung mereka dalam menghadapi sikap apartheid yang diterima.
Hal tersebut dapat ditemui dari kehidupan seorang filsuf politik Yahudi Hannah Arendt yang ditelusuri oleh Maurizio P d’Enteves. Arendt berpendapat bahwa sebuah masa dimana masa lalu tidak lagi membawa kepastian evaluasi, setiap individu yang memulai hidup baru dari kekerasan yang didapat akan kehilangan standar dan nilai – nilai tradisional mereka, sehingga yang harus dilakukan ialah mencari dasar – dasar manusia yang baru. Kemampuan beradaptasi yang dibangun dari keadaan yang represif ternyata menguntungkan kaum Yahudi menjadi individu – individu yang unggul.
Faktor Genetik
Dalam waktu yang relatif singkat individu Yahudi yang mempelajari bidang profesi hukum, dokter dan bisnis bahkan hingga politikus tumbuh sebagai tokoh yang dihormati dibidangnya. Sebagai contoh Albert Einstein, Sigmund Freud, Noam Chomsky, Saul Bellow, Paul Wolfowitz, Alan Greenspan, George Soros, Baruch Blumberg, dsb. Fenomena individu Yahudi unggul itu semakin diperkuat dengan adanya penelitian tingkat tes IQ rata - rata Yahudi diaspora yang tinggi.
Fakta akan fenomena diatas semakin memperkuat program propaganda dalam mendidik generasi muda Yahudi di Israel, bahwa kaum Yahudi telah dikaruniakan kecerdasan yang paling unggul di dunia. Doktrin – doktrin tersebut sangat efektif membangun sikap primodialisme dan nasionalisme yang dicita – citakan demi keutuhan ras dan negara Israel. Banyak orang keturunan Yahudi yakin bahwa ras Yahudi memiliki keunggulan akan kecerdasan setiap individunya.
Pendapat hampir serupa dikemukakan oleh Charles Murray (pengarang buku The Bell Curve) yang menyelidiki Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru untuk mengetahui kecerdasan kaum Yahudi. Menurut Murray, faktor - faktor penyebab kecerdasan orang Yahudi dikarenakan unsur genetika dan bukan faktor lingkungan. Orang – orang Yahudi Ashkenazi khususnya yang berada di Eropa Barat dan Tengah, selama berabad-abad telah menyeleksi pasangan hidup dan menggabungkan berbagai gen untuk menghasilkan anak-anak yang cerdas.
Faktor Tradisi
Perdebatan akan kecerdasan Yahudi yang menonjol tidak hanya berkutat pada faktor lingkungan dan genetik saja. Akan tetapi keunggulan dari kekuatan tradisi mereka yang dilestarikan sejak lama. Yahudi diaspora memiliki pegangan yang disebut sebagai tujuh kunci kesuksesan yaitu:
1. Memahami bahwa pengetahuan adalah kekayaan yang paling nyata
2. Jaga dirimu sendiri dan mereka akan menjagamu
3. Orang-orang yang sukses adalah kalangan professional dan wirausahawan
4. Kembangkan kepercayaan dirimu
5. Selektif
6. Banggalah jadi diri sendiri dan tingkatkan kreatifitas
7. Buktikanlah sesuatu
Sebuah refleksi menarik yang dapat kita simak, dari kehidupan seorang Professor Linguistik Noam Chomsky, yang menceritakan kehidupan sewaktu masa kecilnya di New York. Ayahnya Dr. William zen Chomsky seorang ahli linguistik bahasa ibrani dan Ibunya seorang yang anti-kemapanan, hal tersebut menyebabkan Chomsky kecil terdidik dari kehidupan yang kental dengan tradisi intelektual, pamannya seorang penjual kios surat kabar yang tempatnya dijadikan untuk berdiskusi oleh para kerja, meskipun orang – orang Yahudi dilingkungan Chomsky tersebut golongan menengah kebawah bahkan miskin sekalipun namun dari segi wawasan intelektual mereka sangat tinggi.
Sumber : http://www.at2012.co.cc/2009/02/benarkah-bangsa-israel-mempunyai.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar