Selasa, 17 November 2009

Meyer Amschel Rothschild - pendiri dinasti Rothschilds

Berawal dalam Keadaan Pada Siapa sebenarnya Rothschilds, atau persisnya dinasti Rothschilds, yang banyak disebut-sebut di dalam pembicaraan, yang kini disebut sebagai institusi raksasa keuangan Yahudi yang menguasai keuangan dunia? Untuk mengenal siapa Rothschilds kita perlu kembali menengok Eropa menjelang akhir abad ke-18. Eropa pada waktu itu merupakan sebuah benua yang terdiri dari kumpulan kerajaan baik besar maupun kecil, ada sejumlah prinsipalitas, semacam kadipaten yang merdeka dan berdiri-sendiri,

Monaco dan Lichtenstein sekarang ini, namun ada juga negara kerajaan dalam artian yang sesungguhnya, yang secara terus-menerus terlibat dalam pertengkaran antara sesama mereka. Sebagian besar rakyatnya digolongkan sebagai ‘kawula’, yang tidak memiliki sama sekali hak- hak politik. Kalaupun itu ada di tangan mereka, hak-hak yang tidak seberapa itu dapat ditarik balik oleh para tuan-tuan tanah ‘pemilik’ mereka setiap saat. Itulah Eropa pada abad ke-18.


Pada masa seperti inilah seorang pemuda Yahudi yang sederhana muncul di arena Eropa yang di kemudian hari akan memberikan dampak yang luar-biasa terhadap jalannya sejarah dunia, namanya ialah Amschel Mayer Bauer. Pada tahun-tahun selanjutnya berdasarkan pertimbangan yang matang namanya diubahnya, yang mencerminkan keterkaitan dengan kekayaan, kekuasaan, kewibawaan, dan pengaruh. Pemuda bernama Mayer Amschel Bauer ini adalah pendiri dinasti Rothschilds

seorang bankir sejati.

Mayer Amschel Bauer lahir di Frankfurt, Jerman, pada tahun 1743. Ia putera dari Moses Amschel Bauer, seorang lintah-darat dan tukang emas yang berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Setelah letih berkelana di Eropa Timur, akhirnya ia memutuskan menetap di kota dimana putera pertamanya dilahirkan. Ia membuka sebuah kedai, persisnya kedai untuk pinjam-meminjamkan uang, di Judenstrasse (kampung Yahudi). Di atas pintu masuk kedai digantungkannya merk dagangnya, berupa sebuah Tameng Merah (bahasa Jerman - Rothschild).
Pada usia yang masih sangat muda Mayer Amschel Bauer Jr. telah memperlihatkan kemampuan intelektual yang luar-biasa, dan sang ayah mengajari hampir sepenuh waktunya segala sesuatu yang diketahuinya tentang bisnis pinjam-meminjamkan uang, serta pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya dari berbagai sumber. Bauer sepuh sebenarnya mengidamkan anaknya untuk dididik menjadi ulama Yahudi (Rabbi), tetapi ajal yang menjemputnya membuat idaman itu tidak pernah terwujuBeberapa tahun setelah ayahnya meninggalnya, Amschel Mayer Bauer muda bekerja sebagai kerani di suatu bank milik keluarga Oppenheimer di Hannover. Keunggulan kemampuannya cepat terlihat, dan kariernya melesat dengan cepat. Dia diberikan peluang sebagai mitra-muda dalam kepemilikan bank itu. Setelah ia kembali ke tempat kelahirannya di Frankfurt, ia membeli kembali bisnis yang telah dibangun ayahnya sejak tahun 1750. Tanda “Tameng Merah” yang ditinggalkan ayahnya ternyata tetap menggelantung di atas pintu kedai itu. Untuk menghormati ingatan yang membekas kuat akan ayahnya yang tak pernah terlepas dengan merk dagang “Tameng Merah” itu, Bauer muda kemudian mengubah sepenuhnya nama keluarganya yang dianggapnya tidak cocok dengan impian besar bidang yang akan digelutinya dari Bauer (bahasa Jerman – “petani”) menjadi Rothschilds, yang artinya “Tameng Merah”. Sejak itu sebuah dinasti Rothschilds telah dilahirkan. Basis pemupukan kekayaan dibangunnya pada dasawarsa 1760-an, ketika Amschel Mayer Rothschild muda membangun kembali koneksi dengan Jenderal von Estorff. Hubungan itu berkembang ketika ia mengabdikan-diri sebagai pesuruh bagi jenderal tersebut semasa masih sebagai karyawan di Oppenheimer Bank di Hannover. Ketika Rothschild mengetahui jenderal yang kini ditugasi di istana Pangeran Wilhelm von Hanau memiliki hobi mengumpulkan jenis mata- uang yang langka, tanpa berpikir panjang lagi ia memanfaatkan situasi itu dengan sepenuh-penuhnya. Dengan jalan mempersembahkan jenis- jenis mata-uang yang langka dengan harga miring ia membuka pintu persahabatan dengan sang jenderal dan beragam punggawa di istana sang pangeran.

Pada suatu hari ia diperkenalkan langsung kepada Pangeran Wilhelm pribadi. Sang Pangeran membeli seonggok medali dan mata-uang langka darinya. Peristiwa ini merupakan transaksi pertama antara seorang Rothschild dengan seorang kepala sebuah negara. Dalam tempo yang tidak terlalu lama Rothschild berhasil mengembangkan bisnisnya dengan para pangeran lainnya.

Tidak lama kemudian Rothschild mencoba suatu taktik lain untuk menjamin koneksinya dengan berbagai pangeran setempat untuk mencapai tujuan-tujuannya. Ia menulisi mereka surat dengan menggosok sentimen kebanggaan para bangsawan seraya memohon akan perlindungan mereka. Surat-surat galibnya berbunyi sebagai berikut :
“Sungguh merupakan keberuntungan tersendiri telah dapat mengabdikan diri kepada Paduka Tuanku yang teramat mulia. Kiranya ketenangan dan kepuasan menyertai Paduka Tuanku yang mulia, hamba siap untuk mengerahkan segenap tenaga dan kekayaan hamba untuk dipersembahkan kepada Paduka Tuanku yang mulia bilamana saja Paduka Tuanku berkenan mengaruniakan titah Paduka Tuanku kepada hamba. Hadiah yang secara khusus sangat berarti ialah sekiranya Paduka Tuanku yang mulia berkenan mengaruniai hamba penugasan sebagai salah seorang abdi di dalam Istana Paduka Tuanku. Hamba memberanikan diri menyampaikan hal ini dengan keyakinan hal itu tidak akan menyusahkan..” dst.nya.

Taktiknya membuahkan hasil. Pada tanggal 21 September 1769 Rothschild berhasil memaku lambang prinsipalitas Hess-Hanau di depan kedainya sebagai lambang restu dari pangeran yang bersangkutan. Dengan huruf-huruf dari emas tulisannya berbunyi, “M.A. Rotschild. Dengan limpahan karunia ditunjuk sebagai abdi istana dari Yang Mulia Pangeran Wilhelm von Hanau”. Pada tahun 1770 Rothschild mengawini Gutele Schnaper yang masih berusia tujuh-belas tahun. Mereka dikarunia sepuluh orang anak, lima

laki-laki dan lima perempuan. Putera-puteranya diberi nama Amschel III, Salomon, Nathan, Karlmann (Karl), dan Jacob (James). Sejarah mencatat bahwa Wilhelm von Hanau, “yang lambang kerajaannya terkenal di seantero Jerman sejak Abad Pertengahan”, adalah seorang “pedagang daging manusia”. Untuk suatu harga yang pantas, sang pangeran melalui ikatan darah yang kebetulan terkait erat dengan berbagai keluarga kerajaan di Eropa, dapat menyiapkan sepasuktentara sewaan kepada kerajaan manapun. Langganan baiknya adalah kerajaan Inggeris, yang selalu kekurangan tentara, misalnya saja untuk keperluan menjinakkan koloni-koloninya di Amerika Utara.
Usaha sang pangeran memang sangat berhasil dengan bisnis tentara- sewaan itu. Tatkala ia mangkat ia meninggalkan warisan dalam jumlah yang tak ada taranya di Eropa pada masa itu, yaitu $ 200.000.000,- Penulis biografi Rothschild, Frederic Morton, menggambarkan Pangeran Wilhelm von Hanau sebagai “ Lintah-darat Eropa yang paling berdarah dingin”.

Rothschild di bidang ini bertindak sebagai dealer “ternak manusia” itu. Ia niscaya bekerja dengan sangat rajin dalam posisi itu, karena ketika Pangeran Wilhelm terpaksa harus melarikan diri ke Denmark, ia menghibahkan kepada Rothschild uang sejumlah tidak kurang dari 600.000 pound (senilai dengan $ 3.000.000,-) dalam bentuk deposito. Fakta-fakta Tentang versi lain yang terjadi dapat dibaca di dalam ‘Jewish Encyclopaedia’, jilid 10, h.494, yang menulis, “Menurut ceritera dari mulut ke mulut, uang ini disembunyikan dalam guci-guci anggur, dan berhasil lolos dari penggerebekan tentara Napoleon ketika mereka menduduki Frankfurt, dan guci-guci itu ditemukan utuh pada tahun 1814, ketika para elektor (penguasa kota) menduduki elektorat itu kembali. Fakta-fakta itu agak kurang romantik, tetapi memang begitulah adanya.”

Harap diperhatikan secara seksama kalimat terakhir di atas. Kalimat itu memuat makna yang penuh arti. Disini masyarakat Yahudi sendiri menjelaskan bagaimana Rothschild menyimpan uang yang $3.000.000,- itu. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi agaknya Rothschild telah melipat uang Pangeran Wilhelm. Bahkan sebelum uang itu sampai ke tangan Rothschild, uang itu tidak bersih (tidak ‘kosher’, atau halal). Uang itu berasal dari

kerajaan Inggeris yang dibayarkan kepada Pangeran Wilhelm, tetapi belum
dibayarkan Rothschild kepada pasukan yang berhak untuk itu. Dengan uang yang ditilep itu sebagai kapital dasar yang kokoh, Amschel Mayer Rothschild memutuskan untuk membuka usaha sendiri sebagai bankir internasional yang pertama.

Beberapa tahun sebelumnya Amschel Mayer Rothschild telah mengirimkan puteranya yang ketiga, Nathan, ke Inggeris untuk mengelola bisnis keluarga di negara tersebut. Setelah tinggal sebentar di Manchester, dimana ia bekerja sebagai pedagang, Nathan, atas perintah ayahnya, pindah ke London dan mendirikan sebuah kantor yang berperan sebagai bank dagang. Agar kegiatan bisa berjalan, Rothschild memberikan kepada Nathan dana tiga juga dollar yang berasal dari hasil penilepan uang milik Pangeran Wilhelm Hess tadi. Nathan menginvestasikan uang curian itu ke dalam “batangan emas dari East India Company, karena menyadari akan kemungkinan dibutuhkannya emas itu bagi kampanye Wellington di semenanjung (Iberia)”.

Sumber : http://forum.detik.com/showthread.php?t=113703&page=14

1 komentar: